Kamis, 17 April 2008

Baliku 2 Desember

Program : Baliku

On air : Minggu, 2 Desember 2007

Host : LB

SE : Martinus

Back sound : dendeng Metutu

Thema :

Opening :

Hai apa kabar Rock lovers kembali bersam Lb di Program Baliku

Gak kerasa ya tahun ini kita udah masuk di bulan ke 12 dan sebentar lagi masuk tahun baru

Wah pastinya udah banyak hal disiapin untuk nyambut tahun baru apalagi nih secara ya tahun baru, bali itu selalu menjadi tujuan wisata and menghabiskan tahun baru

Nah tepat nggak ya ke bali di akhir tahun jangan kemana kama kita ada di baliku

Lagu : Nusantara = Indonesian Idol

Iklan : Made Ferry, Cak asmo, Digital Repro,Promo Blak Blakan

Balik lagi di Baliku

Sudah dari minggu lalu nih bali dipenuhi dengan aparat keamanan ada apa ya ? ya ini tentu saja ada kaitannya dengan pelaksanaan konferensi PBB tentang global warming tapi sebelum kita kupas tuntas itu ada baiknya kita tengok dulu ramainya penutupan Bali Fashion week 2007

Fashionthestreet yang mengakhiri rangkaian kegiatan 07 Bali Fashion Week digelar di Kuta Minggu sore. Dibuka di halaman Discovery Kartika Plaza Hotel oleh Kepala Dinas Kebudayaan Propinsi Bali Drs. Nikanaya MM. yang melepas sekitar 20 grup peserta setelah melakukan prosesi pembukaan dengan tarian Cak oleh masyarakat Kuta. Upacara pembukaan Fashionthestreet dihadiri oleh pejabat di Kuta, Konsulat Swiss, Konsulat Itali serta undangan lainnya. Perhatian para fotografer termasuk wisatawan saat pembukaan berlangsung sangat antusias menyaksikan peserta karnaval dengan kostumnya yang sangat kreatif dan beragam. Begitu pula sepanjang perjalanan yang dilalui dengan mengambil rute Jalan Dewi Sartika berbelok di Jalan Bakung Sari dan berbelok menuju Bemo Corner lalu berbelok menuju pantai Kuta sampai di depan Hotel Anggrek.

Yang menarik dari para peserta dengan tema kostum yang beragam salah satunya adalah kostum yang tergabung dalam rombongan Jember Fashion Carnaval pimpinan Dynand Fariz yang membawakan banyak tema dalam busana karnaval. Ada tema budaya cina, dayak serta kreasi tema modern. Busana yang dipakai pada karnaval Bali Fashion Week ini sudah ditampilkan pada Jember Fashion Karnaval 2007 lalu di Jember. Kemeriahan desain yang ditampilkan pada setiap kostum menjadikannya pusat perhatian pada karnaval Fashionthestreet ini. Tema lain yang menarik adalah “Global Warming” yang dibuat dan dibawakan oleh Komunitas Teater Bali. Mengambil tema Global Warming merupakan topic yang sangat actual mengingat Bali akan menjadi tuan rumah Konferensi Internasional mengenai Climate Change awal Desember mendatang.

Komunitas Teater Bali membuat Bola Dunia yang sepanjang jalan digelindingkan hingga akhir karnaval oleh seorang yang memerankan kesusah-payahan serta beban dalam menangani bumi. Sementara di belakangnya beberapa orang berpakaian dari daur ulang kain yang menjadi ancaman bagi “Global Warming” demikianlah hingga usai bola dunia yang digelindingkan menjadi tidak karuan bentuknya seperti menggambarkan dampak dari global warming kepada
bumi. Dari kalangan desainer fashion juga menurunkan karya-karya kreatifnya dengan dibawa dokar, ditampilkan pula karya fashion dari bahan daur ulang karya siswi sekolah fashion di Bali dengan menampilkan busana dari bekas botol air mineral serta pakaian dari bekas serutan kayu yang sangat indah setelah dikenakan. Sedang desainer Oka Diputra langsung turun ke jalan mengikuti karnaval ini hingga usai. Peserta dari Akademi Seni Rupa dan Desain ISMI Jakarta menurunkan sekitar 20 karya mahasiswa dengan kreasi yang beragam mulai yang bertema klasik hingga modern.

Parade berakhir menjelang matahari terbenam di pantai Kuta dengan sebuah arena stage disediakan untuk setiap peserta dapat tampil membawakan karyanya satu persatu. Acara ini sangat menarik perhatian masyarakat serta wisatawan yang berada di Pantai Kuta. Acara berakhir pukul 19.05 wita dan Ika Mardiana menyampaikan salam penutup tanda berakhirnya 07 Bali Fashion Week serta mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan bagi 07 Bali Fashion Week dan berharap dapat berjuma lagi pada Bali Fashion Week 2008. Bali Fashion Week merupakan acara tahunan yang mendorong para desainer serta produsen memiliki karya dan produk terbaiknya untuk dapat bersaing di kancah dunia lewat trade show & expo serta fashion show. Kedepannya Bali Fashion Week diharapkan menjadi ajang fashion bergengsi untuk kawasan Asia dan Fashionthestreet sendiri menjadi agenda tahunan dimana setiap orang dapat ikut serta menampilkan kreasinya dari berbagai material menjadi busana karnaval yang unik dan menarik.

Lagu : Kuta Bali : Andre Hehanusa

Iklan : Fujijaya, Mami Spa, Mahkota Toko Mas, Promo Word and Musik

Balik lagi di Baliku …….

Yang namanya pemanasan global lagi hangat hangatnya jadi issue international, dan blai bakalan didatengi oleh lebih kurang 10.000 delegasi yang dating dari berbagai belahan dunia , so ini juga jadi promosi gratis bagi pariwisata dan budaya bali untuk lebih dikenal lagi di manca. Tugas kita adalah turut menjaga keamanan dan juga tetap ramah dong kepada para tamu iaya nggakl?

Untuk meram,aikan acara ini banyak gawe digelar berkaitan dengan adanya konferensi PBB berkaitan denganglobal warming ini salah satunya ,Koalisi Masyarakat Sipil Bali akan gelar Parade Budaya untuk Keadilan Iklim. Parade yang akan digelar pada Sabtu (8/12/07) itu menampilkan berbagai bentuk kesenian dari tradisional hingga rock and roll. Parade itu diharapkan bisa memberi suara alternatif di tengah gegap gempita Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua, Bali pada 3-14 Desember nanti.

Menurut Direktur Eksekutif Daerah Walhi Bali Ni Nyoman Sri Widiyanti, kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat Bali terkait isu yang akan dibahas sekitar 10.000 hingga 15.000 orang itu. Konferensi itu sendiri akan diikuti sekitar perwakilan pemerintah dan swasta dari 180 negara untuk membahas isu paling hangat saat ini

yaitu perubahan iklim.”Karena itu masyarakat Bali agar turut memberi suara pada konferensi tingkat dunia tersebut,” kata Aik, panggilan akrabnya. Koalisi Masyarakat Sipil sendiri merupakan gabungan dari berbagai kelompok sipil di Bali seperti Walhi Bali, Mitra Bali, Yayasan Wisnu, Kalimajari, PPLH, Sloka Institute, Taman 65, mahasiswa, pelajar, dan berbagai kelompok lain. Koalisi ini dibentuk untuk memberi suara pada hiruk pikuk Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim nanti. Salah satu cara untuk menyampaikan suara masyarakat Bali tersebut adalah melalui Parade Budaya untuk Keadilan Iklim yang akan digelar di Lapangan Puputan Renon Denpasar. Dalam acara sehari penuh ini akan dibacakan Deklarasi Masyarakat Sipil Bali yang salah satunya menawarkan agar Hari Raya Nyepi bisa digunakan sebagai momen internasional untuk mengistirahatkan bumi.

Selain deklarasi, acara yang rencananya akan dihadiri 1000 orang dari berbagai latar belakang seperti buruh, tani, nelayan, aktivis LSM, mahasiswa, dan masyarakat lain itu juga diisi berbagai bentuk kesenian. Ada kesenian tradisional Bali seperti joget bumbung dan bondres. Ada pula band-band seperti Navicula, Ed Eddy & Resedivis, Joni Agung, Nanoe Biroe, Balawan, dan lain-lain yang mewakili berbagai aliran musik dari rock, pop, jazz, hingga reggae.

”Kami hanya belum dapat dari aliran dangdut,” celoteh IB Anom Wiadnyana, Koordinator Parade Budaya. Tidak hanya kesenian lokal Bali. Sejumlah seniman dari berbagai daerah di Indonesia pun akan hadir. Bahkan ada pula penampilan khusus dari Indian Cultural Center di Bali. Parade itu semakin lengkap karena akan diikuti pula dengan Pasar Rakyat yang akan diisi berbagai produk murah yang dihasilka berbagai kelompok masyarakat.

“Parade ini sekaligus sebagai tempat alternatif bagi seluruh kelompok sipil di Bali yang ingin berkontribusi pada isu perubahan iklim,” kata Aik.

Lagu : Feliz Navidad from Lea Simanjuntak

Iklan : Tiberias, Niko Salon, Kana Wedding, Serafeme

Seruan Kolaborasi Bali untuk Climate Change memutuskan gagasan Nyepi atau silent day untuk seluruh dunia pada 21 Maret 2008. Bagaimana wajah bumi apabila gagasan ini berlaku secara global? Planet lain pasti terkejut dengan keheningan bumi yang tiba-tiba. Lalu apakah buangan gas emisi puluhan tahun bakal lebih mudah diuraikan?Gagasan ini diputuskan sekitar 100 orang perwakilan LSM, instansi pemerintah, universitas, pemimpin adat, dan tokoh masyarakat Bali pada 28 November ini di Wantilan Art Center Denpasar. Alasannya Bali perlu bersikap dengan menunjukkan gagasan teknis dan memajukan kearifan lokal. Ini adalah gagasan yang kontras dengan skema perdagangan karbon yang akan didesakkan oleh pemerintah Indonesia.

Mereka menandai kesepakatan dengan membubuhkan tanda tangan di atas spanduk putih berukuran sekitar 15 meter. Selain itu seruan ini akan dibawa ke UNFCCC oleh 12 perwakilan Kolaborasi Bali untuk Climate Change. Kolaborasi Bali untuk Climate Change ini digagas Walhi Bali, Bali Organic Asociation (BOA), Yayasan Wisnu, dan PPLH Bali. Mereka beberapa kali membuat focus group discusion bersama sejumlah kelompok masyarakat untuk merancang gagasan kearifan lokal untuk direkomendasikan di UNFCCC nanti.

”Kami sudah mengirimkan draft seruan ini ke Presiden SBY untuk dapat ditambahkan pada pidato pembukaan UNFCCC nanti,” ujar Nyoman Sri Widhiyanthi, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Bali.

Hira Jhamtani, salah seorang pembuat draft seruan hening secara global ini skeptis dengan hasil yang akan dicapai dalam perundingan UNFCCC di Nusa Dua nanti. “Negara maju bikin polusi dan kita disuruh membersihkan. Hutan kita malah dijadikan toilet untuk menyerap emisi. Apalagi harga hutan dihargai murah hanya USD 5 per hektar. Inilah yang dikatakan agenda nasional,” ujarnya kecut.

Karena itu ia ingin menandingi agenda nasional yang beraroma uang itu dengan membuat agenda rakyat. Seruan Nyepi atau hening global inilah yang menurutnya mampu berjalan lebih implementatif untuk mengurangi buangan emisi mahluk bumi. alam draft seruan Nyepi untuk Bumi, disebutkan bahwa salah satu warisan kearifan nusantara adalah pandangan hidup Tri Hita Karana sebagai landasan membangun hubungan harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam. ”Bahwa warisan kearifan nusantara dalam memelihara bumi beserta isinya adalah sumber daya bangsa dan dunia dalam menghadapi perubahan iklim,” bunyi salah satu poin seruan itu.

Praktiknya, Nyepi untuk Bumi ini akan dilaksanakan 24 jam oleh seluruh penduduk bumi. Di Bali sendiri, Nyepi dilaksanakan dengan empat peraturan yaitu tidak bepergian ke luar rumah, menjalankan puasa hawa nafsu dan tidak makan, tidak mengadakan kegiatan hiburan, serta tidak menyalakan api (listrik). Jika dihitung, akibat pelaksanaan Nyepi ini, di Bali pelepasan karbon dari sepeda motor dan avtur pesawat bisa dikurangi sekitar 13.516 ton CO2. Itu baru dari kendaraan roda dua dan pesawat saja.

Hitung-hitungannya adalah, menurut data tahun 2005 di Bali terdapat sekitar 1.008.000 sepeda motor. Jika diasumsikan satu sepeda motor mengkonsumsi empat liter bensin sehari, total bensin yang digunakan 4.032.000 liter. Hasil pembakaran karbonnya adalah 9.676.800 kg CO2. Nah untuk sekitar 80 pesawat yang terbang di Bandara Ngurah Rai dihasilkan 3.840 ton CO2. Kepala Badan Pengawas Dampak Lingkungan Bali (Bapedalda) Bali Nyoman Sutji pada pertemuan itu mengatakan Nyepi untuk Bumi akan mengorbankan dunia secara ekonomis karena industri tidak hidup. Ia menganggap usulan pemerintah Indonesia yang mendukung Protokol Kyoto sudah cukup sebagi rekomendasi. Namun pendapat ini ditampik sebagian peserta diskusi karena pertimbangannya hanya persoalan ekonomi. Nyepi untuk Bumi diharapkan dapat dilakukan secara kolektif sebagai satu upaya memberikan ruang kepada alam untuk bernafas, berkontemplasi, dan mendekatkan diri kepada pencipta. Berikan bumi bernafas dengan lega satu hari saja.

Lagu : Dunia Baru, Adon

Iklan : soklin Renceng, Ciptaden, Toko Buku Imanuel, segar dingin

Wah banyak hal yang dilakukan untuk kita ngedukung acara konferensi ini yang konon katanya juga mendatangkan devisa secara langsung cukup banyak buat Negara kita tercinta dan juga buat para pelaku bisnis pariwisata di bali ya coba aja hitung hitungannya

Dari Hotel :kamar dsb

Transportasi

Oleh oleh

Kesenian

Makan – restauranand: jimbaran dll

And many more

Ngomong ngomong seni nih, tidak hanya dari kelompok musik pop dan sebagainya tapi juga rocker peduli akan pemanasan global ini

Lagu : Every Day : Lincoln Brewster

Iklan : Sanur jaya, Lusy, Bank BNP, My Dea

isu pemanasan global (global warming) begitu menyita perhatian. Pun di kalangan musisi dan penikmat musik di Bali , khususnya yang tergabung dalam Bali Classic Rock Community (BCRC). “Rocker juga manusia, yang peduli pada sesama termasuk lingkungan,” demikian tegas para pentolan BCRC. Dari rembug singkat, akhirnya BCRC mencetuskan ide untuk membuat acara yang melibatkan musisi lintas aliran, para penggiat dan penikmat musik, termasuk wartawan, seniman, pengacara dan masyarakat umum. Agendanya dikemas dalam (konsep sementara):

Gathering keprihatinan ‘global warming’ ala BCRC Bertempat di areal Warung Tresni, Jl Drupadi, Denpasar. Kegiatan akan berlangsung pada Rabu (28/10) pukul 15.00 Wita – selesai.

Acaranya sederhana, bermusik bersama, ada orasinya pula dari musisi termasuk Jerink Supermen Is Dead serta Putu Indrawan sang vokalis grup cadas asal Bali yang sempat menjadi jawara dalam Festival Musik Rock Indonesia– Harley Angels–, dan lain-lain. Rock tidak selalu identik dengan kekerasan. Kali ini, berbagai lagu ’berbau’ lingkungan akan ditembangkan. Pun tampilan aliran musik lain semisal jazz atau blus. Agenda acara sentuhan kepedulian pun tengah dirancang, sehingga dijamin acaranya tidak membosankan. Tidak ada pungutan apapun, termasuk wartawan tak dituntut melakukan peliputan, yang penting datang dan mengajak handai taulan

Lagu : Sedalamnya : GMB

Iklan : Bali Education, Meja Hijau Promo, X Fresh Promo, Ratna Cake

Nah gimana nih, mari kita jaga Bali ya, caranya dari rumah sendiri kan

Nah setelah kita ngomongin global warming gimana kalau kita ikut dengan rombongan peserta yang mau lihat indahnya karang dalam lautan bali

Petualangan alam bawah laut seputar Pulau Bali dengan kapal selam Odyssey. Melesak hingga kedalaman 35 meter dari permukaan laut. Melihat penyelam bercengkrama dengan segala jenis biota laut. Sebuah pengalaman yang pastinya takkan terlupakan.

Anda ingin menikmati panorama bawah laut Bali, tapi Anda tidak bisa menyelam? atau bahkan tidak bisa berenang? bukan masalah! Untuk bisa melihat panorama bawah laut Labuhan Amuk, kita bahkan tak harus berbasah-basah. Jadi, tak perlu memakai wet suit, mengangkut oksigen seberat lebih dari 5 kg, dan segala tetek bengek alat menyelam. Kok bisa?

Adalah kapal selam Odyssey Submarine yang menawarkan wisata selam ini. Kecanggihan kapal buatan Victoria Machinery Depot Co. Ltd. Canada yang berbobot 72,6 ton itu, memberi kesempatan bagi wisatawan untuk melihat keindahan bawah laut tanpa keahlian khusus. Bahkan anak-anak pun dimungkinkan untuk ikut. Di dinia, kapal sejenis hanya beroperasi di dua tempat, yakni di Bali dan Hawaii , AS.

Meski mudah, namun pengelola kapal ternyata tak mau main-main dengan keamanan. Saat check in, Anda akan disodori jaket keselamatan. Prosedur penyelematan tak selesai di situ. Sebuah timbangan besar sudah menunggu untuk dinaiki. Untuk alasan keamanan, berat badan semua calon penumpang harus ditimbang, termasuk dengan semua barang yang akan dibawa. Kapal berdimensi panjang 17 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 5,5 meter itu, memiliki kemampuan angkut 3.500 kg. Kapasitas maksimum yang dimungkinkan, sebanyak 36 orang penumpang.

Usai timbang badan, melalui sebuah layar televisi, Anda akan mendapat penjelasan tentang detil kapal tersebut. Mulai dari tata cara masuk ke kapal selam, hingga aturan-aturan yang wajib dipatuhi penumpang. Untuk menhindari hal yang tidak diinginkan, semua barang berharga diharapkan agar dibawa. Untuk barang bawaan yang tidak penting, pengelola menyediakan lemari penitipan. Kami juga diingatkan untuk tidak makan atau minum di dalam kapal, untuk menjaga kebersihan kapal. Dilarang merokok, jelas. Satu lagi yang kelihatan sepele tapi penting, kapal selam tidak menyediakan toilet. ”Tolong yang ingin ke toilet, ke toilet dulu, karena di dalam kapal tidak ada toilet,” begitu Zulkarnaen Lubis, Koordinator Operasional Odyssey Submarine.

Setelah seluruh persyaratan di darat terpenuhi, kami pun berangkat. Sebuah perahu motor (boat) yang sedari tadi sudah bersandar di pantai, ternyata digunakan untuk mengangkut kami menuju kapal selam. Jarak yang kami tempuh dengan perahu motor tidak panjang, hanya sekitar 500 meter. Dalam lima menit, perahu motor kami sudah merapat di kapal selam Odyssey. Sekilas, kapal itu terlihat seperti rakit besi di tengah laut. Maklum, kapal ini memang bukan kapal biasa. Bila sedang tidak digunakan, Odyssey menempel pada kapal induknya. Dari kejauhan, kami melihat kapal besar. ”Itu kapal induknya,” ujar pemandu kami.

”Selamat sore semua, selamat datang,” begitu seorang laki-laki gagah dengan balutan pakaian putih menyapa kami. Namanya Surata, pilot kapal. Ia membantu kami melompat dari perahu motor. Gelombang Labuhan Amuk yang tenang, membuat guncangan kapal tak seberapa. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pengelola memindahkan operasional kapal ini ke Labuhan Amuk. Sebelum beroperasi di Labuhan Amuk dua tahun lalu, Odyssey Submarine sempat beroperasi di perairan Nusa Dua. Sayang, gelombang di perairan Nusa Dua terlalu besar sehingga membahayakan.

Surata lantas meminta kami berdiri berjejer di atas kapal. Seorang petugas memotret kami dari perahu motor yang kami tumpangi tadi. Jadi, buat yang tidak bawa kamera, jangan khawatir. Pengelola menyediakan foto untuk dibawa pulang. Tapi tentu saja, tidak gratis. Harga per lembar foto tentu tidak murah, mencapai sekitar Rp 50.000. Ini tentu sesuai dengan tarif tour kapal selam Odyssey yang memang tidak murah, mencapai 69 dolar AS untuk wisatawan asing, atau Rp 450 ribu untuk wisatawan domestik.

Satu per satu kami kemudian memasuki kapal selam. Untuk masuk, kami harus melewati tangga kecil menurun. Sesuai briefing, berjalan mundur agar tangga yang kami injak bisa jadi pegangan.

Kita Bakalan balik setelah lagu ini :

Lagu :

Brand New Day

Jonathan Butler

Iklan : mahkota, Fujijaya, SMS Promo , Intips

Di dalam kapal, pilot kapal lainnya, sudah bersiap di kemudinya, bagian depan kapal. Dalam perjalanan, kapal Odyssey memang dihandle 2 pilot. Sebanyak 18 jendela kaca di lambung kanan dan kiri kapal, seolah bersiap menyajikan keindahan alam bawah laut Labuhan Amuk hari itu. Sambil menunggu pemberangkatan, sejumlah ikan kecil yang berenang di air berwarna biru kehijauan lumayan menghibur kami.

Tak lama, tiba-tiba pemandangan yang kami lihat berganti. Tak terasa, kapal selam itu ternyata sudah bergerak. ”Mesin kapal ini memang tidak bersuara, karena memakai baterai sebagai sumber tenaga,” jelas Surata menjawab rasa penasaran. Ada 250 baterai yang digunakan kapal selam tersebut. Baterai-baterai itu harus di-charge setelah 5 kali penyelaman. Dengan baterai, ikan-ikan diharapkan tidak merasa terganggu.

Pelan-pelan, kapal mengantar kami ke dalam laut. Saat monitor besar di dalam kapal menunjukkan angka 20 (artinya 20 meter), ikan-ikan mulai berseliweran di hadapan kami. Ada ikan coreflower sergent major yang terlihat indah dengan balutan warna putih dan hitamnya, black sergeant yang memukau dengan hitam pekatnya, hingga crown fish dan nemo fish yang menawan. Kami sempat kaget ketika melihat dua penyelam di antara ikan-ikan itu. Ternyata, ikan-ikan itu mengejar kedua penyelam karena mereka membawa pakan. Keduanya memberi pakan instan kepada ikan-ikan itu. Sayang ya……

Di kedalam akhir, 35 meter, kami justru tidak melihat banyak ikan. Menurut Surata, ikan-ikan memang lebih senang berada di kedalaman 20-25 meter. Diperkirakan, hal itu terkait dengan suhu yang bisa disesuaikan ikan-ikan itu.

Dalam penjelahan selama 45 menit itu, kami juga bisa melihat kerang, karang, dan biota laut lainnya. Tak terkecuali ikan tongkol yang biasa kita konsumsi. “Mmm, enak tuh,” begitu seorang teman. Sayangnya, kondisi terumbu karang yang kami lihat ternyata dalam keadaan rusak. Kata Surata, kerusakan itu sudah terjadi sejak lama akibat perburuan ikan hias menggunakan bahan peledak. “Untung masyarakat setempat bisa menyelamatkan lingkungannya dari ancaman pemburu ikan yang merusak,” terangnya. Salah seorang anggota masyarakat setempat, Paklik, juga mengakui kerusakan itu akibat kebiasaan lama warga setempat mencari karang untuk dijadikan kapur. “Tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak boleh,” tambahnya.

Perjalanan kami berakhir menjelang matahari tenggelam di Labuhan Amuk. Kami menyadari, kekayaan laut kita memang luar biasa. Tapi itu tidak akan ada artinya bila tidak dijaga.

Kita bakalan balik di Baliku Minggu depan